Banyak perusahaan yang ingin menerapkan budaya inklusif dalam perusahaan mereka. Namun banyak juga faktor yang dapat menghambat proses penerapan inklusivitas, salah satunya adalah bias tak sadar dalam proses rekrutmen.
Bisa dibilang bias adalah sifat alami manusia. Namun jika bias dilibatkan dalam proses perekrutan tenaga kerja, hal ini bisa menjadi penghalang dan pertanda ketidakadilan.
Francesca Gino, seorang profesor di Harvard Business School, menyatakan bahwa bias secara tak sadar mempengaruhi penilaian kita. “Bias menyebabkan kita membuat keputusan yang condong kepada satu orang atau kelompok dan merugikan yang lain. Di tempat kerja, hal ini dapat menghambat keberagaman, rekrutmen, promosi, dan upaya retensi,” katanya.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa proses perekrutan cenderung bias dan tidak adil. Rasisme tak sadar, sikap diskriminatif terhadap usia, dan seksisme memainkan peran besar dalam siapa yang dipilih untuk dipekerjakan.
Namun, ada langkah-langkah yang dapat Anda ambil untuk mengurangi bias-bias dalam proses rekrutmen. Bagaimana caranya? akan menjelaskannya dalam artikel berikut ini!
Apa itu Hiring Bias?
Menurut DDIWorld, hiring bias atau bias dalam perekrutan adalah kecenderungan, pendapat, atau perasaan terhadap seseorang yang muncul saat kita mencoba menilai apakah orang tersebut cocok untuk pekerjaan tertentu. Pendapat dan perasaan tersebut dapat didasarkan pada apapun, mulai dari pakaian yang mereka kenakan hingga aksen atau lingkungan tempat tinggal mereka.
Bias dapat terjadi ketika otak mengambil jalan pintas untuk membantu kita membuat keputusan dengan cepat. Contoh kasusnya adalah ketika kandidat tinggal di daerah kaya, kita akan mencitrakannya sebagai orang yang sukses dan akan baik dalam pekerjaan. Atau, kandidat memiliki tiga anak, sangat mungkin untuk kita membangun persepsi atasnya sebagai pribadi akan terlalu sibuk dengan tugas keluarga.
Menghilangkan bias dalam rekrutmen merupakan tantangan yang sulit karena seringkali rekruter tidak menyadari bahwa dirinya sedang dipengaruhi oleh bias. Ketika kita sedang dipengaruhi oleh bias tak sadar, akan muncul perasaan bahwa kandidat yang kita nilai cocok atau tidak cocok untuk pekerjaan, tanpa ada alasan yang jelas, dan kita tidak tahu mengapa kita berpikir demikian.
Hal ini dapat membuat rekruter mengambil keputusan seleksi dan promosi berdasarkan asumsi yang keliru seputar kemampuan dan motivasi kandidat.
Meskipun saat ini sudah banyak kebijakan, undang-undang, dan budaya yang mendorong tempat kerja yang lebih beragam, yang dilakukan untuk memastikan kesempatan yang adil dan mencegah bias berdasarkan ras, usia, jenis kelamin, kemampuan fisik, agama, dan unsur-unsur lain yang mempengaruhi proses rekrutmen.
Bias tak sadar dapat berupa atribut lain yang tidak dilindungi oleh hukum, seperti misalnya ketika Anda tidak ingin merekrut seseorang karena dia tidak cukup ekstrovert, atau Anda hanya menginginkan orang-orang dengan gelar dari universitas ternama di Indonesia. Bias-bias ini dapat tidak beralasan jika dilihat dari bagaimana seseorang akan berperforma dalam peran tersebut.
Mengapa Bias dapat Berpengaruh Buruk Terhadap Proses Rekrutmen?
Ketika bias mempengaruhi Anda, Anda mungkin akan lebih cenderung membuat keputusan rekrutmen yang buruk. Bahkan, Anda mungkin tanpa sadar memutuskan untuk tidak memilih kandidat yang mungkin akan memiliki lebih banyak kontribusi karena bias tersebut.
Bias dapat berdampak buruk pada proses rekrutmen karena dapat menyebabkan penilaian yang tidak adil terhadap calon karyawan. Bias membuat orang cenderung memilih kandidat berdasarkan preferensi pribadi, stereotip, atau asumsi yang tidak relevan dengan kualifikasi atau kemampuan sebenarnya. Akibatnya, kandidat yang sebenarnya berkualitas tinggi bisa tidak terpilih hanya karena adanya bias ini.
Misalnya, bias dapat membuat penilai lebih suka dengan kandidat yang mirip dengan mereka sendiri atau memiliki latar belakang yang sama. Sebaliknya, calon yang berbeda dari penilai secara latar belakang atau karakteristik tertentu mungkin diabaikan, meskipun mereka memiliki kualifikasi yang lebih baik.
Selain itu, bias juga bisa membuat penilai tidak mempertimbangkan informasi dengan obyektif. Mereka bisa mengabaikan kelebihan kandidat yang tidak disukai dan mengabaikan kelemahan kandidat yang disukai.
Penting bagi para penilai dan tim rekrutmen untuk mengenali dan mengatasi bias ini agar proses rekrutmen bisa berjalan dengan adil dan profesional, memungkinkan pemilihan kandidat terbaik untuk posisi yang tersedia. Dengan kesadaran dan pendekatan yang benar, kita bisa meminimalkan pengaruh buruk bias dalam proses rekrutmen.
Jenis-Jenis Hiring Bias dan Tips Menghindarinya
Kesalahan Kesan Pertama
Bias ini menyebabkan kesan pertama Anda terhadap seorang kandidat mempengaruhi umpan balik atau keputusan Anda. Anda sebagai pewawancara bisa saja menyukai atau tidak menyukai kandidat tersebut, dan sisa wawancara dihabiskan untuk mencoba memastikan kesan pertama tersebut.
Keputusan berdasarkan kesan pertama dapat menyebabkan perekrutan yang buruk, karena penilaian yang dapat Anda buat dalam beberapa menit pertama pertemuan tidak selalu mencerminkan motivasi atau keterampilan sebenarnya.
Contohnya, bayangkan Anda sebagai pewawancara dalam sebuah perusahaan. Ketika pertama kali bertemu dengan seorang kandidat, Anda mungkin merasa dia sangat percaya diri dan ramah. Kesan pertama ini membuat Anda cenderung memberikan umpan balik yang positif dan menganggapnya sebagai kandidat yang potensial.
Namun, seiring wawancara berlanjut, Anda menemukan bahwa kandidat ini sebenarnya kurang memiliki keterampilan teknis yang dibutuhkan untuk posisi yang ia lamar. Meskipun Anda menyadari hal ini selama wawancara, kesan pertama yang kuat mempengaruhi keputusan akhir Anda. Akhirnya, Anda memilih untuk merekrut kandidat tersebut berdasarkan kesan pertama yang positif, namun ia tidak mampu memenuhi tuntutan pekerjaan dengan baik.
Dalam hal ini, kesan pertama yang positif mempengaruhi Anda untuk merekrut kandidat yang sebenarnya tidak sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut. Hal ini mencerminkan bagaimana bias kesan pertama dapat mempengaruhi keputusan rekrutmen dan mengakibatkan pilihan kandidat yang tidak tepat.
Agar penilaian terhadap kandidat tidak hanya bergantung pada kesan pertama, penting untuk memberikan peluang kepada kandidat untuk menunjukkan diri dalam berbagai situasi.
Sebagai ilustrasi, bayangkan ketika suatu perusahaan sedang mencari orang untuk posisi teknologi, dimana proses wawancara dibagi ke dalam berbagai tahapan. Pertama, ada wawancara telepon yang mencakup diskusi teknis dan latihan pemrograman praktis melalui layar bersama. Setelah itu, kandidat diberikan tugas untuk diselesaikan di rumah.
Pada tahap akhir, kandidat menghadiri wawancara tatap muka di mana mereka memiliki kesempatan untuk bertemu langsung dengan tim dari berbagai departemen di perusahaan. Di sini, mereka dapat berinteraksi dengan calon rekan kerja potensial, mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang lingkungan kerja, dan memperlihatkan kemampuan beradaptasi serta keterampilan interpersonal mereka.
Seluruh rangkaian proses ini memberikan kesempatan kepada kandidat untuk menunjukkan lebih banyak aspek dari diri mereka daripada yang bisa Anda lihat dalam kesan pertama, yang akan memberikan mereka kesempatan yang lebih baik untuk memamerkan kemampuan dan kepribadian mereka. Hal ini jauh lebih adil daripada hanya mengandalkan kesan pertama, karena Anda dapat melihat berbagai aspek dari kandidat dan membuat penilaian yang lebih komprehensif.
Bias Konformitas
Bias ini terjadi saat Anda membiarkan pendapat orang lain mempengaruhi umpan balik atau keputusan Anda. Jika salah satu anggota tim memiliki pendapat kuat tentang seorang kandidat, seringkali kita merasa tergoda untuk sejalan dengan pikiran mereka agar cepat mencapai kesepakatan. Ketika Anda mengubah pilihan Anda untuk sesuai dengan pendapat kelompok, itulah contoh dari bias ini.
Untuk menghindari bias ini, Anda dapat memberikan kesempatan untuk Anda membentuk pendapat Anda sendiri. Jangan bagikan pendapat tentang kandidat tersebut dengan rekan-rekan terlalu dini dan catat penilaian Anda sendiri sebelum membiarkan pendapat orang lain mempengaruhinya.
Efek Halo/Efek Cacat
Efek halo dan efek cacat adalah suatu bias yang membiarkan satu kekuatan atau kelemahan utama dari seorang kandidat atau satu kualitas yang disukai atau tidak disukai mempengaruhi umpan balik atau keputusan Anda secara keseluruhan, dan menutupi kualitas lain dari kandidat.
Efek halo dapat mengakibatkan Anda salah membangun pandangan keseluruhan yang sangat positif tentang seorang kandidat hanya karena satu karakteristik tertentu yang Anda pandang positif menonjol. Satu karakteristik ini akhirnya membuat Anda kurang kritis (atau sama sekali tidak kritis) terhadap karakteristik lainnya.
Kebalikannya, efek cacat dapat terjadi ketika suatu sisi buruk dari kandidat yang menarik perhatian Anda dan membuat Anda terfokus pada sisi buruk tersebut. Anda membiarkan hal negatif tersebut mempengaruhi keputusan Anda untuk tidak merekrut mereka.
Misalnya, dalam proses rekrutmen untuk posisi manajerial, Anda memiliki seorang kandidat yang memiliki pengalaman kerja yang luar biasa di perusahaan terkenal, dan reputasi yang sangat baik di industri yang bersangkutan.
Efek halo akan membuat kesan pertama Anda kepada kandidat tersebut sangat positif dan Anda cenderung memandangnya dengan penuh keyakinan. Pengalaman dan reputasinya yang luar biasa membuat Anda cenderung mengabaikan kekurangan yang mungkin dimilikinya, seperti kurangnya keterampilan kepemimpinan yang kuat.
Dalam kasus lain, efek cacat dapat terjadi jika Anda memperhatikan bahwa kandidat lain memiliki sedikit kekurangan dalam presentasi atau komunikasi selama wawancara. Kekurangan ini mungkin hanya hal kecil, seperti kebingungan saat menjelaskan proyek sebelumnya. Namun, kekurangan kecil ini menjadi fokus utama, membuat Anda meragukan kemampuan kandidat tersebut, bahkan jika kualifikasi dan pengalaman kerjanya sebenarnya sangat baik.
Salah satu cara untuk mengatasi bias ini adalah dengan selalu merujuk pada fakta. Fakta bisa berupa data tentang kinerja sebelumnya, keahlian, atau pengalaman kerja kandidat. Dengan memiliki bukti yang kuat, Anda dan tim rekrutmen dapat memilih kandidat yang paling cocok untuk posisi yang diinginkan, tanpa dipengaruhi oleh pendapat subjektif atau kesan pribadi.
Bias Afinitas
Penelitian dari Northwestern University menunjukkan bahwa kebanyakan pewawancara cenderung mencari orang yang mirip dengan mereka dan juga mencari persamaan dengan mereka.
Ketika seorang pewawancara menemukan kesamaan dengan seorang kandidat, lebih mungkin bagi mereka untuk menyukainya dan menilainya secara positif. Di sisi lain, mereka mungkin mengabaikan kandidat-kandidat yang sangat baik karena tidak memiliki banyak kesamaan atau tidak merasakan koneksi instan.
Daya tarik pribadi memang penting, terutama ketika Anda tahu bahwa Anda akan menghabiskan banyak waktu bekerja bersama, tetapi hal ini tidak boleh menjadi kriteria utama saat merekrut.
Fokuslah pada keterampilan konkret dan kualitas unik yang akan memberikan kontribusi bagi tim Anda. Selain itu, susunlah tim perekrutan yang terdiri dari individu dengan latar belakang dan pengalaman yang beragam.
Dengan memiliki berbagai sudut pandang, tim ini dapat memberikan penilaian yang lebih komprehensif terhadap kandidat, memastikan seleksi yang lebih mendalam dan tepat sesuai dengan kebutuhan tim dan organisasi Anda.
Bias Gender
Bias gender adalah ketika seseorang mengaitkan posisi tertentu dengan gender yang berbeda. Bias tak sadar seperti ini dapat mengakibatkan seseorang lebih memihak satu gender daripada yang lain saat merekrut untuk suatu peran tertentu, bahkan jika para kandidat memiliki keterampilan dan pengalaman kerja yang mirip.
Bias ini kompleks dan muncul dalam berbagai cara, seperti perlakuan preferensial dalam wawancara, penawaran gaji yang lebih tinggi atau lebih rendah, atau menilai seseorang lebih atau kurang kompeten berdasarkan identitas gender mereka.
Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan memahami kesetaraan gender dengan baik. Kesetaraan gender adalah prinsip yang mendasari perlakuan yang sama dan adil terhadap individu, tanpa memandang jenis kelamin mereka.
Hal ini mencakup pemberian kesempatan yang setara, akses yang adil terhadap sumber daya, dan perlakuan yang adil dalam segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial.
Bias Stereotip
Bias stereotip terjadi ketika pikiran Anda menciptakan keyakinan yang terlalu umum tentang suatu kelompok, yang mengarah pada sikap prejudis atau pendapat yang terlalu simplistik tentang seseorang.
Misalnya, seseorang dapat memiliki stereotip bahwa semua orang yang berasal dari suatu negara tertentu adalah pandai dalam matematika. Ketika orang tersebut bertemu dengan seseorang dari negara tersebut, tanpa mengenal individu tersebut lebih lanjut, ia mungkin secara otomatis menganggap orang tersebut pintar dalam matematika berdasarkan stereotip yang ada.
Hal ini adalah contoh bagaimana pikiran yang telah terbiasa menciptakan keyakinan umum tentang kelompok tertentu dapat mempengaruhi penilaian dan pendapat seseorang terhadap individu, tanpa mempertimbangkan karakteristik atau kemampuan unik dari individu tersebut.
Catatlah setiap asumsi Anda tentang seorang kandidat dan bahas asumsi tersebut dengan tim Anda. Dengan cara ini, Anda akan memahami apa yang memicu asumsi tersebut dan apa yang memicu reaksi dari diri Anda juga.
Bias Konfirmasi
Banyak kasus dimana pewawancara akan membuat keputusan tentang kesesuaian seorang kandidat hanya dalam kurun waktu 15 menit setelah bertemu dengan mereka, bahkan beberapa pewawancara membuat keputusan tersebut dalam satu menit pertama! Dimana keputusan ini dibuat bahkan sebelum wawancara dimulai.
Cukup dengan satu informasi kecil seperti perusahaan kandidat sebelumnya, atau dimana kandidat menempuh pendidikan universitasnya, seorang pewawancara akan membentuk pendapat tentang kandidat.
Jika bias konfirmasi muncul, mereka akan menghabiskan sebagian besar wawancara secara tidak sadar mencoba memvalidasi pendapat atau keyakinan mereka melalui pertanyaan wawancara yang tidak relevan dan tidak penting.
Ingatlah bahwa perusahaan tempat kandidat bekerja sebelumnya, atau pendidikan seorang kandidat tidak selalu mencerminkan kualitas kerja. Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menghindari bias konfirmasi adalah dengan mengajukan pertanyaan yang sama kepada semua kandidat dan menilai mereka berdasarkan respon mereka.
Tentu saja, Anda mungkin akan mengajukan lebih banyak pertanyaan untuk klarifikasi, tetapi selalu sadar akan motif Anda dan pastikan Anda tidak mengajukan pertanyaan yang bertujuan untuk mengkonfirmasi keyakinan Anda.
Anchoring Bias
Anchoring bias terjadi ketika kita terlalu memfokuskan diri pada satu informasi yang kita miliki terkait kandidat, dan menggunakan informasi tersebut sebagai titik acuan untuk membuat keputusan selanjutnya.
Anchoring bias sedikit berbeda dengan bias kesan pertama karena pada bias ini kita dapat terlampau terikat pada informasi atau mengaitkan harapan yang tidak ada hubungannya dengan kandidat.
Misalnya, Anda bisa saja membentuk pandangan tentang seorang kandidat berdasarkan pengalaman Anda dengan anggota tim sebelumnya (pekerja atau mantan pekerja yang akan digantikan oleh kandidat yang Anda wawancarai), atau mungkin Anda sudah membayangkan seperti apa “kandidat ideal” menurut pikiran Anda, dan kemudian Anda berharap agar kandidat yang sekarang cocok dengan bayangan tersebut.
Perlu Anda ketahui bahwa hal ini sangat tidak realistis dan dapat mencegah Anda merekrut seseorang yang bisa membawa angin segar untuk tim atau bisnis Anda.
Citra “kandidat ideal” yang Anda pikirkan dapat mencegah Anda melihat sinyal bahaya maupun potensi positif. Cobalah untuk memiliki pikiran terbuka dan bayangkan bagaimana kandidat dengan latar belakang yang berbeda dapat sempurna untuk peran ini dengan cara yang berbeda.
Efek Ambiguitas
Efek ambiguitas adalah kecenderungan untuk menghindari opsi yang dianggap ambigu, atau kurangnya informasi yang Anda ketahui terhadap salah satu unsur dari kandidat. Contohnya mungkin Anda merasa lebih baik atau lebih aman untuk merekrut seseorang yang bekerja di perusahaan terkenal dibandingkan dengan seseorang yang bekerja di perusahaan yang tidak Anda kenal.
Atau mungkin Anda menolak seorang kandidat karena Anda kekurangan informasi dalam riwayat hidup atau profil LinkedIn mereka.
Jangan menolak kandidat karena kurangnya informasi. Jika Anda tidak yakin tentang sesuatu, maka tugas Anda adalah mencari tahu lebih lanjut.
Bias Kecantikan
Bias Kecantikan membuat Anda cenderung lebih suka pada kandidat yang Anda anggap lebih menarik, karena orang-orang ini umumnya dianggap lebih bahagia, lebih sosial, dan lebih sukses daripada orang yang tidak Anda anggap menarik.
Dalam sebuah studi oleh Universitas Rice, orang-orang dengan celaan wajah, tanda lahir, atau bekas luka lebih cenderung mendapat penilaian buruk dari pewawancara mereka. Pewawancara sebenarnya mengingat lebih sedikit informasi tentang kandidat-kandidat ini, yang secara negatif mempengaruhi penilaian mereka.
Untuk mengatasi Bias Kecantikan. Anda perlu meningkatkan kesadaran diri terhadap kecenderungan untuk lebih memilih kandidat yang dianggap menarik secara fisik sebagai landasan penting dalam mengidentifikasi dan mengatasi bias tersebut.
Tetapkan kriteria yang jelas dan terkait dengan kualifikasi, keterampilan, dan kepribadian yang benar-benar relevan dengan peran yang akan diisi. Fokus pada penilaian pada aspek-aspek ini selama proses seleksi, dan utamakan kualifikasi serta keterampilan yang sesuai dengan pekerjaan.
Bias Intuisi
Bias intuisi terjadi saat otak kita menangkap petunjuk kecil selama wawancara yang kemudian dikaitkan dengan berbagai kualitas, kepribadian, dan pengalaman masa lalu. Naluri bawaan kita pun muncul dan kita mempercayainya.
Naluri adalah mekanisme alamiah yang dirancang untuk memungkinkan kita mengambil keputusan dengan cepat tanpa harus berpikir terlalu lama. Permasalahannya muncul ketika kita mengalihkan fokus dari keterampilan, pengalaman, dan potensi di tempat kerja, dan kemudian membiarkan perasaan atau emosi mempengaruhi keputusan rekrutmen.
Bukan berarti Anda harus mengabaikan naluri bawaan selama wawancara. Anda tentu boleh mendengarkan intuisi tersebut, tetapi jangan hanya bergantung padanya. Selalu tanyakan pada diri sendiri, kumpulkan lebih banyak informasi, dan justifikasi pilihan Anda dengan bukti yang kuat.
Kesimpulan
Banyak perusahaan berupaya menerapkan budaya inklusif, namun bias tak sadar dalam proses rekrutmen menjadi salah satu hambatan utama dalam penerapan inklusivitas ini. Meskipun bias merupakan sifat alami manusia, jika terlibat dalam proses perekrutan, dapat menjadi penghalang dan pertanda ketidakadilan.
Bias-bias ini dapat mempengaruhi penilaian yang tidak adil terhadap calon karyawan, membentuk pandangan yang terlalu positif atau negatif berdasarkan karakteristik tertentu, dan membuat penilai tidak mempertimbangkan informasi secara obyektif.
Penting bagi tim rekrutmen untuk mengenali dan mengatasi bias ini agar proses rekrutmen berlangsung adil dan profesional. Penggunaan kriteria yang objektif, kesadaran akan bias, dan komunikasi yang terbuka dengan tim rekrutmen dapat membantu meminimalkan pengaruh buruk bias dalam proses rekrutmen.
Dengan kesadaran dan tindakan yang tepat, kita dapat memastikan bahwa seleksi kandidat yang terbaik untuk posisi yang tersedia didasarkan pada kualifikasi dan potensi mereka, bukan pada faktor-faktor yang terpengaruh oleh bias.
Outsourcing Sebagai Solusi Menghindari Hiring Bias
Outsourcing dapat menjadi solusi untuk membantu perusahaan menghindari hiring bias. Dengan menggunakan layanan pihak ketiga, perusahaan dapat memanfaatkan keahlian khusus penyedia layanan rekrutmen untuk memastikan proses seleksi kandidat yang lebih objektif dan adil.
Perusahaan outsourcing membantu merumuskan kriteria seleksi yang jelas dan obyektif, menganalisis kualifikasi dan keterampilan kandidat tanpa terpengaruh faktor non-kualitatif, dan merancang wawancara terstruktur.
Anda dapat memilih sebagai penyedia jasa layanan outsourcing on-demand terpercaya. Kami dapat menyalurkan pekerja profesional dari berbagai bidang sesuai dengan kebutuhan Anda kurang dari 24 jam. Pelajari selengkapnya produk dan layanan disini!
Lihat juga artikel menarik lainnya hanya di Blog
Hai semua, saya Emilia S.M, seorang praktisi sumber daya manusia yang passionate dan berpengalaman. Saya percaya bahwa sumber daya manusia adalah aset terpenting dalam setiap organisasi, dan itulah mengapa saya berkomitmen untuk membantu membangun lingkungan kerja yang inklusif dan berdaya guna.
Leave a Comment