Jika kamu ingin meningkatkan kredibilitas merek (brand credibility), maka kamu perlu membangun hubungan yang baik dan berjangka panjang dengan para pelanggan. Hal ini bisa kamu melakukan dengan cara memahami perjalanan mereka (customer journey) dalam menggunakan produk kamu.
Brand experience merupakan kunci untuk membuat pelanggan kamu menjadi senang dan nyaman dengan produk kamu. Untuk membuat mereka senang, kamu harus mengetahui customer pain point terlebih dahulu. Sebab, melalui identifikasi customer pain point ini kamu dapat mempertahankan para pelanggan dengan memberikan pengalaman yang berbeda, unik, dan pastinya sesuai dengan kebutuhan mereka.
Nah, sebenarnya apa itu customer pain point? Bagaimana cara mengidentifikasinya? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini!
Definisi Customer Pain Point
Dilansir dari Wizard of Sales, Customer pain point merupakan suatu problem atau masalah spesifik yang dialami oleh pelanggan dalam konteks bisnis. Sederhananya, customer pain point adalah segala masalah yang dihadapi oleh pelanggan dalam menggunakan suatu produk atau layanan.
Melakukan identifikasi customer pain point sangatlah penting. Sebab, dengan meminimalisir masalah atau kesulitan para pelanggan dalam menggunakan produk tertentu, maka akan meningkatkan kepuasan mereka terhadap produk tersebut dan kesuksesan bisnis.
Langkah pertama yang harus kamu lakukan adalah memahami apa yang diinginkan pelanggan dan menjadikannya sebagai strategi layanan pelanggan. Kamu bisa mulai dengan melakukan riset pasar dan analisis problem pelanggan terlebih dahulu. Dengan begitu, kamu akan lebih mudah mengetahui kebutuhan mereka dan mulai memperbaiki atau menyelesaikan masalah tersebut.
Jika kamu berhasil mengurangi customer pain point ini, peluang para pelanggan membeli bahkan datang kembali untuk repeat purchase produk kamu pun menjadi lebih besar. Sebab, mereka telah menemukan semua kebutuhannya di produk kamu. Hal ini tentu saja dapat membuat target atau jangkauan pasar bisnis kamu menjadi semakin meluas dan angka kepuasan pelanggan meningkat.
Jenis Customer Pain Point
Pain point yang dialami oleh pelanggan dalam menggunakan suatu produk bermacam-macam. Berikut adalah beberapa jenis customer pain point yang perlu kamu pahami:
1. Financial pain point
Jenis customer pain point yang satu ini terjadi saat pelanggan terlalu menghabiskan banyak uang untuk menggunakan suatu produk dan mempunyai keinginan untuk menekan pengeluaran tersebut. Dengan kata lain, para pelanggan ini mengalami kesulitan soal biaya atau uang,
Pain point ini bisa berupa biaya berlangganan atau upgrade layanan yang terlalu mahal, adanya penambahan biaya admin saat melakukan transaksi, kenaikan biaya yang terjadi secara berkala, hingga kurangnya transparansi harga akhir pada produk.
Financial pain point dapat mencakup beberapa hal seperti berikut:
- Umur produk: Berapa lama produk akan bertahan sebelum pelanggan melakukan repeat purchase atau kembali membeli produk kamu. Setiap pelanggan pasti akan menilai produk berdasarkan kualitasnya, jadi pastikan kamu menciptakan produk yang bagus, berkualitas tinggi, dan valuable. Sehingga para pelanggan akan tertarik untuk membelinya kembali.
- Biaya berjangka: Sebagian pelanggan biasanya lebih menyukai pembayaran berjangka panjang daripada pembayaran satu kali dengan jumlah yang besar. Jika produk kamu memungkinkan untuk hal ini, maka kamu bisa menerapkan opsi biaya berjangka untuk pelanggan.
- Pembelian ulang: Beberapa pelanggan ada yang lebih suka membeli barang dalam jumlah besar untuk menghemat waktu dan uang. Sebab menurut mereka barang atau produk sekali pakai biasanya lebih mahal. Sedangkan, pelanggan yang mengutamakan kenyamanan akan memilih barang-barang sekali pakai. Jadi, pastikan kamu mengetahui kebiasaan pelanggan kamu terlebih dahulu sebelum menetapkan kedua opsi tersebut.
- Nilai atau value: Para pelanggan mungkin lebih menyukai produk yang berkualitas tinggi walaupun harganya mahal. Namun, ada juga pelanggan yang lebih memilih produk generik dengan harga yang lebih murah dengan kualitas yang sama.
Setiap finansial pain point ini mempunyai solusi tersendiri. Maka dari itu, kamu harus mengidentifikasinya terlebih dahulu untuk membuat solusi yang tepat untuk setiap pain point. Misalnya dengan menekan biaya penjualan untuk menjangkau lebih banyak pelanggan, atau mendengarkan keluhan para pelanggan untuk membuat produk yang lebih layak.
2. Productivity pain point
Productivity pain point merupakan saat dimana pelanggan mengharapkan pengalaman yang lebih efisien saat menggunakan produk. Mereka tidak ingin waktunya terbuang hanya karena produk atau layanan yang tidak efisien atau membuat mereka frustasi ketika menggunakannya.
Sebagai contoh, UI/UX produk yang kurang responsif sehingga membuat pelanggan kesulitan dalam melakukan pemesanan, aplikasi yang tidak terintegrasi yang dapat membuat para pelanggan harus kerja dua kali untuk mencapai tujuannya, dan lain sebagainya.
Ingat, kenyamanan adalah hal yang perlu kamu utamakan dalam menciptakan suatu produk maupun layanan. Sebab, sebagian besar pelanggan akan memilih untuk pindah menggunakan brand lain jika segala proses bisnis kamu menyulitkan mereka.
Maka dari itu, kamu perlu meyakinkan para pelanggan bahwa produk kamu dapat menghemat waktu dan tenaga mereka dengan cara memberikan tutorial cara menggunakan produk, meningkatkan UI/UX pada produk, dan sebagainya.
3. Support pain point
Support pain point adalah ketika pelanggan tidak memperoleh bantuan saat berupaya menyelesaikan suatu proses, misalnya pembelian atau pemesanan produk. Jika mereka tidak menemukan cara atau jawaban atas kesulitan yang mereka alami dalam jangka waktu tertentu, maka mereka pasti akan langsung meninggalkan produk, aplikasi, atau website kamu dan beralih ke kompetitor.
Beberapa support pain point yang sering dialami oleh pelanggan yaitu respon admin atau customer service yang lama, kurangnya informasi mengenai produk, serta tidak tersedianya saluran pilihan pelanggan.
Jika kamu gagal memberikan solusi yang tepat untuk masalah di atas, tentu akan berdampak pada bisnis dan loyalitas pelanggan. Salah satu cara terbaik yang bisa membantu masalah ini adalah dengan membantu mereka secara real time. Misalnya melalui obrolan langsung seperti call center, FAQ, maupun obrolan AI atau otomatis.
4. Online research pain point
Biasanya para pelanggan akan melakukan riset terlebih dahulu terhadap suatu produk sebelum memutuskan untuk membelinya. Mereka akan mencarinya melalui berbagai platform online untuk mendapatkan informasi lebih cepat. Misalnya Google, Instagram, Facebook, dan lain sebagainya.
Tentu saja hal ini bisa kamu gunakan sebagai strategi dalam meningkatkan penjualan produk dan bisnis. Kamu harus memastikan bahwa produk kamu “terlihat” di setiap platform online. Untuk melakukannya tentu kamu membutuhkan tim pemasaran digital dengan spesialisasi tertentu.
Sebagai contoh, sebagian besar pelanggan kamu mencari informasi terkait produk di Google. Maka dari itu, kamu bisa melakukan optimasi website menggunakan teknik SEO untuk membuat informasi produk kamu ada di urutan paling atas di Google. Dengan begitu, selain mereka dapat menemukan informasi yang mereka butuhkan, namun mereka juga bisa langsung melakukan pembelian produk.
5. Product cost pain point
Product cost pain point ini merupakan saat dimana para calon pelanggan kesulitan dalam menentukan biaya produk secara lengkap. Misalnya ketika kamu menawarkan layanan paket web hosting dengan harga Rp 125.000/bulan tanpa menjelaskan apa benefit yang akan didapatkan oleh calon pelanggan. Tentu hal ini akan membingungkan mereka ketika akan menggunakan layanan kamu.
Untuk mengatasi masalah ini, kamu harus memastikan bahwa produk atau layanan menawarkan transparansi yang tepat dan menghindari biaya tersembunyi. Jadi, pada contoh di atas kamu bisa menjelaskan apa saja yang bisa didapatkan oleh pelanggan dengan Rp 125.000 itu. Misalnya unlimited SSD disk space, gratis domain, instant backup, support python, analytic tools, dan sebagainya. Dengan begitu, calon pelanggan pun dapat mengerti dan menyesuaikan kebutuhannya.
6. Multi-channel shopping pain point
Salah satu pain point yang dialami oleh para pelanggan adalah tidak terintegrasinya produk atau aplikasi. Hal ini biasanya terjadi ketika pelanggan melakukan pemesanan atau pembelian suatu produk. Mereka harus mengulangi atau membuka saluran lain untuk bisa mencapai tujuannya.
Sebagai contoh, pelanggan melihat suatu produk di media online dan tertarik untuk membelinya. Namun pelanggan harus mengetikkan secara manual alamat website produk tersebut untuk melakukan pemesanan dan transaksi.
Hal ini tentu saja sangat menyulitkan para pelanggan, maka dari itu kamu bisa mengatasinya dengan membuatnya menjadi lebih sederhana dan terintegrasi antara satu channel dengan channel lain. Misalnya dengan memasukkan link landing page, scan barcode, dan sebagainya.
Cara Mengidentifikasi Customer Pain Point
Dengan menemukan customer pain point, maka dapat mempengaruhi penjualan dan strategi pemasaran produk kamu. Melalui identifikasi ini, tim sales bisa menyesuaikan promosi serta menawarkan produk sebagai solusi yang tepat untuk para pelanggan. Sedangkan untuk tim marketing, mereka dapat mengiklankan solusi dari hasil identifikasi secara efektif dengan cara yang menarik.
Itulah mengapa mengidentifikasi customer pain point ini sangat penting. Nah, berikut adalah beberapa cara mengidentifikasi customer pain point yang bisa kamu terapkan:
1. Lakukan riset pasar secara kualitatif
Identifikasi customer pain point bisa kamu lakukan dengan melakukan riset pasar kualitatif. Hal ini termasuk dengan memetakan customer journey dan mengevaluasi data terkait customer pain point. Tujuannya adalah untuk mengetahui secara spesifik kebutuhan dan keinginan pelanggan. Beberapa langkah penting untuk melakukan riset yaitu:
- Lakukan pemetaan customer journey untuk mendapatkan wawasan atau informasi mengenai interaksi pelanggan dengan produk kamu serta masalah yang dihadapinya.
- Ciptakan persona pelanggan untuk menemukan pelanggan yang sesuai dengan kriteria, mengembangkan produk sesuai kebutuhan pelanggan, dan menyelaraskan semua pekerjaan di seluruh bisnis.
2. Lakukan riset sales kualitatif
Melalui cara yang kedua ini kamu juga bisa mengetahui customer pain point melalui tim sales atau penjualan. Dalam tugasnya, tim sales ini memang harus berhadapan langsung dengan para pelanggan. Mereka akan melakukan sales pitch atau presentasi untuk menarik perhatian pelanggan dengan menjelaskan benefit dari produk.
Tim sales juga akan mengetahui para pelanggan yang menolak untuk membeli karena merasa tidak memperoleh product value. Mereka biasanya melakukan survei kepuasan pelanggan secara langsung atau membagikan kuesioner customer feedback untuk mengetahui pendapat, saran, hingga kritikan mereka terhadap produk kamu.
Maka dari itu, tak heran bila tim sales mempunyai banyak informasi mengenai pelanggan serta masalah yang dihadapinya. Bahkan terkadang kamu bisa spesifik mengetahui permasalahan pelanggan dari tim sales ini.
Cara Mengatasi Masalah Customer Pain Point
Setelah mengidentifikasi masalah dan kesulitan yang dihadapi oleh pelanggan, kamu juga harus mengetahui bagaimana cara mengatasi customer pain point. Berikut adalah cara yang bisa kamu lakukan:
1. Jelaskan benefit produk
Agar para pelanggan tidak berpindah ke brand lain karena menghadapi masalah pada produk kamu, maka kamu harus menjelaskan fitur, manfaat, serta kegunaan dari produk yang kamu tawarkan. Berikan pengertian kepada para pelanggan mengapa mereka harus menggunakan produk kamu untuk mengatasi permasalahannya.
Kemudian tunjukkan bahwa produk kamu dapat menjadi solusi yang tepat untuk mengeluarkan mereka dari masalah dan kesulitan yang mereka hadapi. Jangan lupa untuk menjelaskan kelebihan produk kamu daripada milih kompetitor. Selain itu, kamu juga bisa menambahkan contoh nyata dan testimoni dari pelanggan lain agar pelanggan kamu saat ini dapat percaya dan yakin untuk memilih produk kamu.
Misalnya pelanggan kamu kesulitan menemukan moisturizer yang cocok untuk kulit sensitifnya, wajahnya sering memerah dan terasa panas jika memakai moisturizer yang salah. Sebagai owner bisnis skincare, kamu bisa merekomendasikan salah satu produk kamu yaitu water gel moisturizer dengan kandungan niacinamide, centella asiatica untuk menenangkan kulit, alcohol free, serta SPF 15 sebagai pelindung dari sinar matahari.
Kamu juga bisa menjelaskan kandungan skincare apa saja yang tidak boleh digunakan untuk tipe kulit sensitif. Selain itu, tambahkan juga informasi terkait cara menggunakan produk tersebut yang tepat.
2. Pakai bahasa yang mudah dipahami
Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam melakukan pemasaran, penjualan, hingga pelayanan pelanggan. Ketika kamu memberikan solusi atas permasalahan yang pelanggan kamu hadapi, gunakan bahasa yang sederhana, mudah dipahami, namun tetap profesional agar produk atau brand kamu dapat dipercaya oleh para pelanggan.
Gaya bahasa (brand voice) yang akan kamu gunakan sesuaikan dengan target audiens kamu. Hal ini bertujuan agar apa yang kamu sampaikan terlihat lebih alami, sesuai, dan mencerminkan produk atau brand kamu.Nah, itulah penjelasan singkat mengenai customer pain point yang perlu kamu ketahui. Yuk, temukan informasi menarik lainnya seputar bisnis hanya di blog !
Hai semua, saya Emilia S.M, seorang praktisi sumber daya manusia yang passionate dan berpengalaman. Saya percaya bahwa sumber daya manusia adalah aset terpenting dalam setiap organisasi, dan itulah mengapa saya berkomitmen untuk membantu membangun lingkungan kerja yang inklusif dan berdaya guna.
Leave a Comment