Belakangan, outsourcing menjadi alternatif yang banyak dipilih perusahaan untuk menambah SDM, tanpa melewati proses perekrutan yang panjang. Dengan menggunakan jasa dari pihak ketiga, perusahaan bisa mengalihkan pekerjaan perekrutan dan fokus menjalankan bisnis utama. Dengan demikian, tentunya perusahaan atau pemilik perlu menentukan gaji untuk karyawan outsourcing terlebih dahulu.
Umumnya, gaji karyawan outsourcing berbeda dengan karyawan lainnya. Sebab, karyawan outsourcing merupakan tenaga kerja dari pihak ketiga untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu. Biasanya ditugaskan untuk mengerjakan kegiatan penunjang yang tidak berkaitan dengan bisnis inti atau produksi. Misalnya, kurir, kasir, cleaning service, admin tracker, administrasi, hingga customer service.
Nah, dalam artikel ini akan membahas cara menghitung gaji karyawan outsourcing. Simak penjelasan artikel berikut ini.
Apa yang Dimaksud Karyawan Outsourcing?
Outsourcing merupakan praktik bisnis di mana perusahaan menggunakan jasa pihak ketiga dalam menemukan tenaga kerja untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Sementara itu, karyawan outsourcing adalah karyawan yang bernaung di perusahaan penyalur kerja sebelum ditugaskan ke perusahaan yang membutuhkan jasanya.
Biasanya tenaga kerja yang disalurkan telah melalui proses seleksi panjang supaya sesuai dengan kualifikasi perusahaan klien. Salah satu alasan umum perusahaan menggunakan outsourcing adalah minim biaya, meningkatkan efisiensi, dan produktivitas operasional.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu End-to-End Process dalam Outsourcing
Beda Karyawan Outsourcing dengan Karyawan Kontrak
Jika karyawan outsourcing merupakan karyawan yang bekerja pada pihak ketiga untuk kemudian disalurkan ke perusahaan yang membutuhkan, maka karyawan kontrak tidak demikian. Karyawan kontrak direkrut oleh perusahaan secara langsung untuk periode tertentu sehingga perusahaan perlu melakukan wawancara secara langsung dengan calon karyawan.
Selain pengertian, masa kerja keduanya juga berbeda. Masa kerja karyawan outsourcing sangat bergantung pada penyelesaian pekerjaannya. Biasanya, jangka pendek atau sementara. Bisa satu bulan, dua bulan, tiap bulan, atau setahun sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Sedangkan karyawan kontrak masa kerjanya disepakati secara langsung oleh perusahaan bersama calon karyawan. Maksimal masa kontrak karyawan adalah dua tahun, dengan perpanjangan kontrak selama 1 tahun.
Kemudian untuk pembayaran gaji cukup berbeda. Bisa dibilang karyawan outsourcing menerima gaji yang lebih rendah dibanding karyawan kontrak meskipun memiliki posisi yang sama.
Hal ini terjadi lantaran perhitungan gaji karyawan kontrak sesuai periode waktu bekerja dan gaji diterima utuh dari perusahaan secara langsung. Nah, kalau karyawan outsourcing perhitungan gajinya sesuai dengan pekerjaan yang dikerjakan.
Selain itu, gaji karyawan outsourcing biasanya juga akan dipotong beberapa persen untuk pihak ketiga atau agen penyalur. Alhasil, kedua jenis karyawan ini bisa memiliki gaji yang berbeda meski bekerja untuk posisi yang sama.
Untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan karyawan outsourcing dengan karyawan kontrak, kami sudah menyediakan artikel yang memberikan pembahasan lebih mendalam yang dapat Anda baca di sini
Aturan Outsourcing di Indonesia
Berdasarkan UU No.11 Tahun 2024 jo PP No. 35 Tahun 2024, outsourcing atau alih daya tidak lagi dibedakan antara Pemborongan Pekerjaan (job supply) atau Penyediaan Jasa Pekerja (labor supply).
Kini, outsourcing tidak lagi dibatasi hanya untuk pekerjaan penunjang (non-core business process) sehingga tidak ada lagi pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan. Jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan, tergantung pada kebutuhan sektor.
Merujuk Pasal 18 PP No. 35 Tahun 2024, hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja yang dipekerjakan, didasarkan pada PKWT atau PKWTT.
PKWT adalah perjanjian kerja yang mengikat kontrak dan pekerja lepas. Sedangkan PKWTT adalah perjanjian kerja yang mengikat karyawan tetap yang tidak memiliki masa berlaku.
Perlindungan pekerja/buruh, upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan perselisihan diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
Perhitungan Gaji Karyawan Outsourcing
Umumnya, perusahaan dengan penyedia outsourcing sepakat menggunakan rumus hitung: 1,8 x dari gaji karyawan outsourcing.
Contohnya, kesepakatan gaji antara karyawan dan perusahaan outsourcing sejumlah Rp3.500.000. Maka, ketika ada perusahaan yang membutuhkan karyawan outsourcing, perusahaan penyedia outsourcing akan meminta 1,8 x gaji dari kesepakatan dengan karyawan tersebut.
Perhitungannya sebagai berikut: Rp3.500.000 x 1,8 = Rp6.300.000.
Dari perhitungan di atas, ada selisih Rp2.800.000. Nah, umumnya jumlah tersebut akan dikembalikan ke karyawan dalam bentuk lain. Misalnya dikembalikan untuk digunakan membayar iuran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, tunjangan, dan biaya lain-lain. Selain itu, 1/12 dari gaji nantinya juga akan diakumulasikan sebagai dana Tunjangan Hari Raya (THR).
Akan tetapi, sejauh ini belum ada regulasi yang mengatur secara eksplisit mengenai perhitungan gaji karyawan outsourcing. Kembali merujuk PP 35 Tahun 2024, perlindungan pekerja, upah, dan kesejahteraan menjadi tanggung jawab perusahaan outsourcing (diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Sama).
Dengan demikian, saat ini setiap perusahaan penyedia karyawan outsourcing memiliki cara yang berbeda untuk menentukan gaji karyawan mereka.
Standar yang digunakan biasanya tidak jauh dari angka Upah Minimum Provinsi (UMP). oleh karena itu, karyawan harus teliti dalam memahami kontrak kerja yang ditawarkan sebelum menerima suatu pekerjaan.
Pendapatan di Luar Gaji
Selain mendapatkan gaji, karyawan outsourcing juga bisa mendapatkan benefit lain di luar gaji. Sama dengan karyawan kontrak, setiap karyawan outsourcing juga memiliki hak yang sama atas perlindungan upah dan kesejahteraan, serta perselisihan yang timbul dengan pekerjaan di perusahaan pemberi kerja.
Dengan begitu, perusahaan pemberi kerja juga harus memberikan bonus, THR, dan sebagainya, jika karyawan outsourcing telah melakukan pekerjaan yang memuaskan. Untuk jumlah bonus atau THR yang didapat, juga bisa 2 sampai 5 kali lebih besar dari jumlah gaji per bulan.
Pemotongan Gaji
Selain soal gaji yang didapatkan, kamu juga perlu tahu risiko pemotongan gaji yang bisa dialami. Karyawan outsourcing sering kali mengeluhkan adanya potongan gaji yang dilakukan oleh perusahaan atau vendor jasa outsourcing.
Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja dan PP 35 Tahun 2024, perlindungan pekerja, upah, dan perselisihan yang timbul dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan outsourcing. Lalu, jika terjadi pemotongan, hal itu harus berkaitan dengan hal-hal meliputi pajak, pembayaran iuran jaminan sosial, serta alasan lainnya sesuai perjanjian yang berlaku.
Nah, pemotongan gaji mungkin terjadi karena karyawan outsourcing tersebut tidak memenuhi target kinerja yang ditentukan oleh perusahaan pemberi kerja. Biasanya, perusahaan akan menyampaikan key performance indicator (KPI) yang dikelola melalui aplikasi atau platform lainnya.
Dengan begitu, pemotongan gaji bisa dilacak penyebabnya dan bukan berasal dari kecurangan perusahaan, melainkan lebih terkait pada pemenuhan kewajiban dan hak dari karyawan outsourcing yang digunakan.
Gaji atau upah yang disepakati oleh karyawan dan perusahaan outsourcing merupakan upah bersih yang diterima secara penuh. Nah, bagi HRD maupun karyawan outsourcing, penting untuk mengetahui perhitungan gaji karyawan outsourcing. Hal itu perlu diketahui agar tidak terjadi lagi kesalahpahaman jika terjadi pemotongan gaji atau hal lainnya.
Demikian penjelasan mengenai cara menghitung gaji karyawan outsourcing. Untuk tahu lebih lanjut mengenai informasi seputar outsourcing, silahkan baca artikel-artikel lain di Blog !
Hai semua, saya Emilia S.M, seorang praktisi sumber daya manusia yang passionate dan berpengalaman. Saya percaya bahwa sumber daya manusia adalah aset terpenting dalam setiap organisasi, dan itulah mengapa saya berkomitmen untuk membantu membangun lingkungan kerja yang inklusif dan berdaya guna.
Leave a Comment